Senin, 27 Februari 2017

Rokok Elektronik Tingkatkan Resiko Stroke



Akhir-akhir ini, pandangan bahwa rokok elektronik adalah cara aman untuk merokok kian meluas.   

Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa vapers, sebutan bagi para pengguna rokok elektronik, sebenarnya memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami stroke daripada pengguna tembakau.

Sebagaimana dilansir Daily Mail, para peneliti dari Universitas Texas Tech  mengkaji dua tikus yang terkena uap rokok elektronik dan asap dari tembakau. Kedua tikus itu masing-masing diteliti setelah terpapar asap rokok elektronik dan tembakau masing-masing selama 10 dan 30 hari. 

Universitas ilmuwan California Los Angeles menemukan pengguna rokok elektronik lebih mungkin untuk memiliki peningkatan kadar adrenalin dalam hati. Hal itu bisa meningkatkan resiko penyakit jantung, yang merupakan pembunuh nomor satu di dunia. (CNN Indonesia)



Hasil penelitian yang diumumkan pada Konferensi Stroke Asosiasi Hati Amerika Internasional di Houston, Amerika itu  menunjukkan bahwa merokok elektronik secara rutin bisa mengurangi jumlah glukosa dalam otak. Padahal glukosa itu adalah bahan bakar yang diperlukan untuk meningkatkan sel saraf.

Asap dari bahan kimia juga membuat kemungkinan pendarahan otak menjadi  lebih besar. Meski begitu, para peneliti itu mengatakan, kedepannya dibutuhkan penelitian lebih ketat untuk menyelidiki efek dari paparan rokok elektronik bagi otak.

Ali Ehsan Sifat, salah satu peneliti mengatakan paparan rokok elektronik menurunkan penyerapan glukosa di otak, sehingga meningkatkan resiko stroke. 

"Paparan asap rokok elektronik dan tembakau selama 30 hari secara signifikan menganggu tingkat sirkulasi enzim yang diperlukan untuk pembekuan, sehingga berpotensi meningkatkan risiko stroke dan membuat cedera otak sekunder semakin buruk," ujarnya.

Selain resiko stroke, beberapa penelitian awal bulan ini juga menemukan bahwa rokok elektronik meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit jantung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar