Minggu, 12 Februari 2017
CLONING PONSEL TANPA HAK MELANGGAR HAK PRIVASI
Oleh: Maneger Nasution
Komisioner Komnas HAM RI
Seorang kawan wartawan me-WA saya, "... Mr.x (seorang tokoh masyarakat) mengatakan, HP pribadinya dicloning. Sebelum ini, Mr.xx (tokoh masyarakat lainnya) juga mengatakan hal sama (HP pribadinya disadap, dicloning) gimana ini". (11/2).
Sebetulnya bukan kali ini saja saya dapat laporan demikian. Beberapa waktu lalu, seorang tokoh masyarakat mengaku mengalami kejadian yang membuat dia bingung. Ceritanya, beberapa hari lalu dia menerima WA dari nomor yang diketahuinya milik "Mr.y". Dalam WA-nya, menanyakan nomor telepon seorang pejabat. Karena dia mengenal "Mr.y", tanpa ragu-ragu dia membalas WA itu dan mengirimkan nomor telepon orang yang dimaksud. Namun kemudian, "Mr.y" menjawab WA yang bertanya mengapa dia memberikan nomor itu. Dia yang kebingungan memutuskan menelepon "Mr.y" untuk mencari kejelasan. Setelah percakapan, ternyata "Mr.y" tidak mengirim WA kepada dia untuk meminta nomor telepon siapa pun. Bahkan "Mr.y" mengaku sudah beberapa kali terjadi, ada WA masuk minta nomor telepon seseorang.
Tentu maksud kawan wartawan melaporkan hal tersebut adalah meminta pandangan saya sebagai Komisioner Komnas HAM RI.
Sebenarnya setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungam sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F UUD NRI 1945 dan Pasal 14 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM). Dengan demikian, kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 32 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM). Oleh karena itu negara terutama pemerintah wajib hukumnya hadir melindungi dan memenuhi hak konstitusional warga negara tersebut (Pasal 28I ayat (4) dan Pasal 71 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM).
Hak privasi sangat elementer dalam HAM. Privasi sendiri adalah keleluasaan individu. Namun bagaimana bila privasi yang sangat elementer itu tercederai oleh perilaku tidak terpuji orang lain apalagi oleh organ negara/pemerintah? Pedulikah? Atau "I don't care", masa bodoh sajakah? Sejatinya kita tidak terima lalu menuntut melalui mekanisme hukum yang tersedia. Itulah cara elegan mempertahankan hak atas privasi. Oleh karenanya semua orang apalagi negara, pemerintah seharusnya menghargai hak privasi orang lain, warga negaranya sendiri.
Siapa pun, apalagi pemerintah sebagai pemangku kepentingan tidak boleh melakukan penyadapan, cloning dan sebagainya terhadap ponsel warga negara tanpa hak. Kita tahu ponsel adalah barang multifungsi dan sangat privat, sangat pribadional. Oleh karena itu siapa pun apalagi organ negara/pemerintah, tanpa hak, tidak boleh usil mengaksesnya (UU ITE pasal 30) dan juga tidak boleh mentransmisinya (UU ITE pasal 27).
Sekira siapa pun, apatah lagi pemerintah, tanpa hak, usil membuka, menyadap, mencloning dan seterusnya ponsel warga negara sesungguhnya sudah melanggar UU ITE Pasal 30 ayat (1).
Sejatinya siapa pun, sekali lagi, apalagi pemerintah wajib hukumnya mengetahui perbuatan seperti itu melanggar hukum. Meskipun warga negara yang dibuka, disadap, dicloning ponselnya tidak atau belum menuntut dan bisa jadi dia tidak tahu menahu bahwa ada orang atau organ pemerintah yang membuka, menyadap, mengcloning ponselnya. Sebenarnya hak itu sudah dijamin dalam UU ITE (2009). Di situ tertulis terang benderang pada BAB VII tentang pelanggaran-pelanggaran pada sistem elektronik.
Pada pasal 30 ayat (1) dan (2), di situ tertulis jelas bahwa UU ITE melarang setiap orang melakukan akses dengan cara apapun untuk mendapatkan informasi atau dokumen orang lain. Jika terbukti melakukannya maka akan mendapat ketentuan hukum pada pasal 46 ayat (1) dan (2) yaitu dengan penjara 6 sampai 7 tahun dan denda sebesar Rp. 600.000.000,00 sampai Rp.700.000.000,00.
Disamping pasal-pasal tersebut, sebenarnya hak privasi itu adalah hak konstitusional warga negara yang wajib hukumnya dijamin dan dilindungi pemerintah.
Tetapi ditengah kondisi negara sekarang ini dimana pemerintah yang diduga tidak atau kurang hadir memenuhi hak konstistusional warga negara misalnya di bidang privasi, maka setiap warga negara ada baiknya juga berusaha mempertahankan hak privasinya sendiri. Tetap jaga keselamatan hak privasi di dalam ponselnya.
Dalam konteks ini, seorang kawan yang ahli IT membagi tips. Bila kita mengalami kejadian yang mirip atau sama dengan "Mr.x" tersebut, berhati-hatilah dan waspada. Sebab, pulsa kita tersedot laksana penyedotan pulsa melalui SMS Premium, melalui penggandaan nomor atau disebut juga dengan cloning SIM Card.
Proses cloning, menurut dia, yang tidak sulit dengan alat yang relatif juga tidak mahal, tentu saja akan merugikan pengguna. Cara kerja cloning adalah dengan meng-copy seluruh isi SIM Card melalui alat berupa SIM card reader (semacam memory card reader) sehingga didapat SIM card6 yang sama persis antara asli dengan cloningannya, sehingga satu nomor memiliki beberapa SIM card atau beberapa SIM Card mempunyai nomor yang sama. Karena membutuhkan SIM Card asli untuk dicloning, yang paling mudah menghindarinya adalah janganlah membeli kartu perdana dalam keadaan siap pakai. Artinya, segel sudah dilepas, SIM card sudah dipotek atau tinggal memasukkan ke HP kemudian dapat dipakai. Sebab, hal itu memungkinkan bahwa SIM card sudah ter-cloning. Sehingga, sebaiknya, saat membeli kartu perdana, masih keadaan utuh dan biarkan kita sendiri yang melakukan registrasi dengan nama kita sendiri.
Hal lain adalah menghindari penggunaan nama orang lain. Penggunaan nama orang lain, selain tidak dibenarkan secara peraturan, membuat kita sendiri kerepotan jika hendak komplain akan layanan dari operator, terutama masalah kualitas layanan dan tagihan.
Tips lain, jika ponsel kita dipinjam orang usahakan simpan data kita paling pribadi dalam satu folder yang tidak bisa diaksesnya. Ketika ponsel kita dijual usahakan format memory handphone dan memory card kita selamat. Jika ponsel kita perlu untuk dibawa ke tukang servis, cabut memorynya. Mengenai fitur bluetooth sebaiknya lebih hati-hati kalau nanti data nyasar kemana-mana.
Terakhir yang ingin saya tegaskan. Siapa pun, apalagi pemerintah, hargailah hak privasi warga negara, itu hak konstitusional warga negara. Cobalah berenung, berdamailah dengan hati. Bagaimana kalau kita atau keluarga kita sendiri yang terlanggar hak privasinya? Karena tidak semua urusan privasi orang lain perlu kita ketahui. Kalau pelanggaran atas hak privasi warga negara itu terjadi, bukan hanya tidak beretika, tetapi juga sebagai pelanggaran hukum, sekaligus juga sebagai pelanggaran hak konstitusional warga negara. [ ]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar