Minggu, 12 Februari 2017

Merunut Persoalan Pengadaan Helikopter AW-101



Senin pekan lalu (6/2), Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo secara blak-blakan mengungkapkan persoalan di balik pengadaan helikopter AgustaWestland-101 usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI.

Sebagai Panglima TNI, Gatot menyebut dirinya tak tahu menahu soal pengadaan heli yang saat ini sudah berada di Lanud Halim Perdanakusuma.

Bahkan Gatot sempat menyebut adanya Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Negara, justu membatasi kewenangannya sebagai panglima.

Senada dengan Gatot, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga tak tahu soal pengadaan heli tersebut. Menurutnya, pihak Kementerian Pertahanan sejak awal sudah tidak sepakat soal pengadaan heli AW-101 itu.

Kepala Staf TNI Angkata Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa pihak TNI AU hanya membeli satu buah heli AW-101. Selain itu, menurutnya pengadaan heli tersebut sudah sesuai dengan pemesanan TNI AU dan sudah diketahui oleh Kementerian Pertahanan.

Heli AW-101 yang saat ini sudah berada di Lanud Halim Perdanakusuma itu dibeli dengan menggunakan anggaran TNI AU, bukan menggunakan anggaran Kementerian Sekretariat Negara.

Meski begitu, kata Hadi, pihak Kementerian Pertahanan hanya mengetahui pengadaan heli AW-101 yang akan digunakan sebagai pesawat angkut VVIP presiden. Dan tidak mengetahui bahwa Presiden Joko Widodo telah menolak pengadaan heli tersebut, sehingga dialih fungsikan menjadi pesawat angkut militer bagi TNI AU.

Menurut Hadi, salah satu alasan pembatalan pengadaan heli AW-101 untuk VVIP presiden dipengaruhi oleh situasi yang terjadi di India.
"Saat itu memang ada permasalahan tentang kasus heli VIP yang digunakan oleh airforce India," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama Jemi Trisonjaya saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com, Jumat (10/2).

Jemi mengatakan pengadaan heli AW-101 sudah tertuang dalam rencana strategis (renstra) TNI AU tahap II tahun 2015-2019. Saat itu, kata Jemi, sesuai dengan renstra II  tersebut TNI AU mengajukan kebutuhan delapan heli, dua untuk VVIP Presiden dan enam untuk heli angkut berat TNI AU.

Di sisi lain, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) juga mengaku tidak pernah menerima usulan terkait pengadaan heli AW-101 tersebut. Padahal seharusnya pengadaan produk dari luar negeri itu harus lewat usulan kepada KKIP, bisa melalui proses langsung antar pemerintah ataupun kepada pabirkan. Hal itu sesuai dengan pasal 43 dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Untuk itu, Hadi membentuk tim investigasi yang nantinya akan melakukan pengecekan terhadap proses pengadaan heli AW-101 yang saat ini menjadi kontroversi.
”Nah, akhirnya ini menjadi pesawat angkut pasukan. Oleh sebab itu, saya membentuk tim investigasi ke dalam, internal Angkatan Udara untuk melihat proses perencanaan sampai dengan pengadaan bagaimana," kata Hadi, Selasa (7/2).

Saat ini, satu buah heli AW101 sudah terparkir di Lanud Halim Perdanakusuma. Tim investigasi TNI AU pun sudah mulai bekerja untuk menguak persoalan di balik pengadaan heli tersebut tanpa batas waktu yang ditentukan. (CNN Indonesia.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar