Minggu, 14 Mei 2017
Afrika Selatan Berencana Bangun Delapan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Afrika Selatan akan kembali merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), usai penandatanganan nota kesepahaman dengan beberapa negara. Hal itu dikonfirmasi Menteri Energi Mmamoloko Kubayi, Sabtu (13/5).
Sebelumnya, pengadilan di Cape Town memutuskan bahwa pemerintah Afrika Selatan gagal memberikan konsultasi publik yang memadai untuk kesepakatan awal dengan Rusia, Korea Selatan dan Amerika Serikat untuk pembangunan delapan reaktor.
Selain itu, guna memenuhi permintaan listrik yang meningkat, Afrika Selatan dalam beberapa tahun terakhir juga telah menandatangani kesepakatan dengan Perancis dan China.
"Saya telah memutuskan bahwa saya tidak akan mengajukan banding atas keputusan Pengadilan Tinggi Cape Town mengenai masalah ini," kata Kubayi, dalam sebuah konferensi pers, dikutip AFP.
Pemerintah, kini berencana menandatangani perjanjian baru dengan lima negara yang kemudian akan diserahkan ke parlemen, katanya.
Afrika Selatan hanya memiliki dua reaktor nuklir dan berusaha meluncurkan kembali program nuklirnya guna mengakhiri ketergantungan pada batubara untuk menghasilkan listrik.
Pemerintah mengatakan bahwa mereka berencana membangundelapan reaktor baru akan memasok listrik tambahan hingga 9.600 MW, lebih dari lima kali output nuklir saat ini.
Tapi, biaya besar yang diperlukan untuk pembangunan tersebut, yakni sekitar satu triliun rand (atau US$ 73 miliar), yang diumumkan pada 2010, menuai kritik.
Masalah tersebut pun berkembang ke ranah politik, dengan Presiden Jacob Zuma dan pendukungnya mendorong pengembangan program sementara yang lain, termasuk anggota oposisi, tidak mendukung.
Menurut beberapa analis, mantan menteri keuangan terkemuka Pravin Gordhan, yang dipandang sebagai benteng pertahanan terhadap korupsi, digulingkan dari pemerintah pada Maret karena dia menentang rencana nuklir tersebut.
Ketidakpastian atas pembiayaan untuk proyek nuklir juga dikutip oleh lembaga pemeringkat sebagai salah satu alasan di balik penurunan peringkat kredit negara tersebut pada bulan April. (sumber: CNN Indonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar