Kamis, 09 Maret 2017

MPS, Penyakit Langka Berbiaya Mahal


Seperti anak pada umumnya, Umar Abdul Aziz, 5, ceria dan aktif setelah menjalani terapi sulih enzim dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya bocah itu sulit bernapas karena ada pembengkakan adenoid di saluran pernapasannya sehingga harus menjalani operasi.

Bahkan, beberapa waktu setelah dioperasi pun kesulitan bernapas tetap terjadi sehingga akhirnya mendapat terapi sulih enzim.
Pembengkakan adenoid (kelenjar amandel) yang terjadi pada Umar disebabkan kelainan genetik yang langka. Kelainan tersebut membuat tubuhnya tidak bisa memetabolisme zat mukopolisakarida.

Mukopolisakarida adalah molekul gula yang digunakan untuk membangun organ dan jaringan pada tubuh. Namun, jika jumlahnya berlebihan, akan menyebabkan kerusakan progresif pada tubuh, seperti yang dialami Umar.

Orangtua Umar awalnya tidak mengetahui penyebab terganggunya pertumbuhan Umar. Namun, kemudian ada seorang dokter yang merujuk Umar ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Selama di RSCM, Umar ditangani dr Damayanti Rusli Sjarif SpA(K) yang merupakan Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Damayanti mengirim sampel darah Umar ke Taiwan untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Screening untuk penyakit langka belum dapat dilakukan di Indonesia.

Dari hasil pemeriksaan itulah akhirnya diketahui bahwa Umar menderita penyakit langka yang disebut mukopolisakaridosis (MPS) tipe II. Pasien dengan mukopolisakardosis biasanya mengalami perubahan pada wajah, tulang, sendi, dan organ tubuh lainnya.

"Ada gejala yang ditemukan pada pasien MPS tipe II, seperti kekakuan sendi. Karena penumpukan mukopolisakarida, pergerakannya jadi terbatas serta gambaran wajah yang khas," ujarnya dalam seminar di Kiara RSCM Jakarta, pekan lalu. Seminar tersebut diselenggarakan bertepatan dengan peringatan Hari Penyakit Langka Sedunia setiap akhir Februari.

Menurut Damayanti, penyakit mukopolisakaridosis juga dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada anak jika tidak cepat ditangani.

Lebih lanjut ia menjelaskan, di Indonesia hingga kini baru ditemukan sembilan tipe klinis penyakit langka MPS. Diagnosis biasanya dilihat dari gejala dan ciri-ciri fisik. Diakunya, ketiadaan data dan masih minimnya kemampuan dokter dalam mendiagnosis itu menyulitkan diagnosis awal.

Di Indonesia, ujarnya, suatu penyakit dikatakan langka jika penyakit tersebut dialami kurang dari 2.000 orang di suatu negara. Penyebab utamanya ialah kelainan genetik.

"Belum semua penyakit langka dapat disembuhkan. Hanya sekitar 5% penyakit langka yang sudah bisa diobati. Pengobatannya bisa berupa obat dan makanan atau terapi sulih enzim," imbuh dia.

Terapi tepat

Untuk penyakit langka MPS tipe II seperti yang dialami Umar, terapinya yang sesuai sudah ditemukan, yakni melalui terapi sulih enzim. Namun, biaya untuk terapi ini sangat mahal. Damayanti menyebutkan keluarga pasien harus membayar Rp3 miliar untuk menjalani terapi tersebut selama enam bulan.

"Umar sudah menjalani terapi sejak Oktober lalu. Dia ialah pasien MPS tipe II pertama yang mendapatkan bantuan donasi dari perusahaan Sanofi untuk terapi sulih enzim," tuturnya.

Pada pasien penyakit langka lainnya dengan kelainan enzim, menurutnya, dapat diberikan obat dan makanan (orphan foods dan orphan drugs) untuk terapi. Obat dan makanan tersebut harus dikonsumsi seumur hidup. Tujuannya bukan untuk menyembuhkan, melainkan untuk mencegah dampak penyakit langka serta memperbaiki kualitas hidup pasien.

"Bagi anak yang mengidap penyakit langka, ada yang berbentuk susu khusus. Namun, masih belum dipasarkan di Indonesia karena penggunaannya sedikit. Karena harus impor, harga obat-obatan dan makanan itu jadi mahal. Bahkan dikenai pajak. Kita mencari cara supaya biayanya lebih rendah, yakni dengan menggandeng yayasan," imbuh Damayanti.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Peni Utami meminta kepada pemerintah agar mempermudah prosedur pengadaan obat-obatan dan makanan untuk masuk ke Indonesia demi menunjang pengobatan bagi pasien penyakit langka.

Dampak kronis

Kepala Penyakit Langka dari perusahaan farmasi Sanofi Genzyme, Yann Mazabraud, meminta agar masyarakat meningkatkan kesadaran pada penyakit langka. Dampak yang ditimbulkan biasanya bersifat kronis, progresif, dan mengancam kehidupan. Apalagi, kondisinya sulit didiagnosis dan diobati.

Gejala penyakit langka, ujarnya, menyerupai penyakit lain sehingga menyulitkan diagnosis awal dan berdampak pada kesalahan diagnosis dan perawatan. "Pasien dengan penyakit langka biasanya akan berlanjut hingga beberapa tahun sampai dekade tanpa diagnosis yang benar," katanya.

Agar pasien penyakit langka mendapatkan akses diagnosis awal dan perawatan yang sesuai, kata Yann, diperlukan kerja sama antara pasien, dokter, dan komunitas peneliti untuk mempercepat proses diagnosis. (sumber: metrotvnews.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar