Minggu, 30 April 2017

Peretasan Indosat & Telkomsel Peringatan agar Transparan


Peretasan yang menimpa situs Telkomsel dan subdomain Indosat Ooredoo menjadi peringatan bagi industri telekomunikasi. Transparansi merupakan masalah yang mesti dibenahi oleh para operator.

Sularsi, Koordinator Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut peretasan dua hari terakhir yang mendera Telkomsel dan Indosat sebagai bentuk kekecewaan pelanggan terhadap layanan mereka.

Operator, menurut Sularsi, dianggap tidak menyediakan informasi yang jelas atas produk yang mereka jual.

"Ketika informasi itu diberikan secara utuh maka konsumen bisa menggunakan hak pilihnya secara tepat," ujar Sularsi ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (30/4).

Sularsi mencontohkan layanan data internet di jaringan 4G.


Pada kasus Telkomsel, jumlah kuota yang diberikan ke pelanggan ternyata tidak bisa digunakan seutuhnya. Paket data berkuota 6GB misalnya, dipecah oleh Telkomsel untuk jaringan 2G, 3G, dan 4G. Sehingga pelanggan tidak ansich menerima 6GB di jaringan 4G.

Dari pandangan Sularsi, kuota internet yang akhirnya tak terpakai karena pemecahan penggunaan atau yang diperuntukkan untuk mengakses layanan Hooq/Viu jadi si-sia belaka. Sebab kuota itu tak bisa digunakan di jaringan lainnya.

Tapi konsumen yang tak punya pilihan hanya bisa menuruti keputusan operator seluler.

Tanpa mengesampingkan harga yang terbilang cukup mahal, Sularsi menganjurkan operator seluler segera membenahi masalah di keterbukaan layanan.
Pendapat berbeda disampaikan oleh anggota YLKI lain, Tulus Abadi. Tulus menilai kejadian protes pelanggan lewat peretasan punya kaitan dengan persaingan harga yang tak sehat antar-operator seluler. 

"Untuk internet semua banting harga, semua menawarkan yang murah, harga predatori ini yang harus diusut oleh regulator, siapa yang banting harga internet di Indonesia," kata Tulus.

Menurut Tulus, tarif mahal yang diberlakukan oleh Telkomsel terbilang wajar karena ia menilai ada upaya perluasan jaringan yang terus dilakukan perusahaan telekomunikasi pelat merah itu.
Kendati demikian, baik Tulus maupun Sularsi menyebut aksi peretasan kepada perusahaan telekomunikasi mewakili ketidakpuasan konsumen terhadap kualitas produk.

"Peretas itu mengingatkan, bukan hal negatif," tutur Sularsi.

Sularsi menyebut dari total konsumen telekomunikasi, 80 persen di antaranya menggunakan layanan data dengan mayoritas prabayar. Dengan total sebesar itu, aduan soal keterbukaan dan transparansi produk jadi salah satu yang paling sering YLKI terima. (sumber: CNN Indonesia
)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar