Sosiolog yang juga peneliti Provetic Indonesia Roby Muhamad menyebut pada dasarnya manusia cenderung lebih waspada atau perhatiannya lebih tinggi ketika menemukan hal-hal negatif. Umumnya hal-hal negatif ini berasal dari media sosial yang semua orang dapat mengaksesnya.
Menurut dia, meskipun di media sosial mayoritas postingan berupa hal-hal positf, ketika ada satu saja hal yang negatif, maka perhatian seluruh pengguna media sosial lain hanya akan terfokus pada hal negatif itu. Ibarat peribahasa, karena nila setitik rusak susu sebelanga.
"Kita sangat alert bahkan cemas karena manusia didesain untuk selalu waspada terhadap sinyal negatif seperti itu. Meskipun sedikit, dia menyita perhatian jauh lebih banyak dari yang positif," ujar Roby, dalam Selamat Pagi Indonesia, Kamis 8 Juni 2017.
Menurut Roby, jika kemudian hal itu yang terjadi maka secara psikologis dapat memengaruhi mood yang ujungnya bisa membuat seseorang memiliki pandangan negatif bahwa sekelikingnya merupakan orang jahat.
Lebih jauh lagi akan berdampak pada kehidupan sosial karena tidak ada lagi rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Hal serupa juga diungkapkan Pengamat Sosial Devie Rachmawati. Menurut dia, secara naluriah manusia memang cenderung lebih tertarik pada hal-hal negatif. Sifat semacam ini merupakan respon atau pertahanan diri seseorang terhadap hal-hal negatif yang datang pada mereka.
"Misalnya ketika ada bom orang kok mudah menyebar gambar-gambar itu. Bukan karena mereka ingin menebar ketakutan tetapi mereka justru ingin mengingatkan kepada banyak orang bahwa ada bahaya," kata Devie.
Menurut Devie, sikap untuk menjadi 'pahlawan' bagi orang lain dengan menyebarkan pesan yang menimbulkan ketakutan semacam ini bukan karena manusia itu jahat. Melainkan ingin berbagi kesulitan tadi.
"Dengan sudah memberikan hal-hal negatif itu kita merasa lebih lega karena ternyata bukan hanya kita yang merasa ketakutan. Ini basic insting manusia," jelasnya. (sumber: metrotvnews.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar