Selasa, 17 Oktober 2017

Stasiun Luar Angkasa China Tiangong 1 Proses Jatuh ke Bumi




Pada saat ini, stasiun luar angkasa China Tiangong 1 sedang jatuh ke bumi dalam kecepatan yang lebih dari sebelumnya.
Menurut astrofisikawan Harvard yang berbicara dengan Independent, Sabtu (14/10/2017), Jonathan McDowell, kecepatan rusaknya Tiangong 1 meningkat sejak orbitnya turun hingga di bawah 300 kilometer dan diperkirakan mencapai bumi dalam beberapa bulan, kira-kira akhir 2017 atau awal 2018.
Tiangong 1 yang seringkali disebut-sebut sebagai Istana Langit merupakan salah satu bukti dari ambisi China di dunia kedirgantaraan. Sejak diluncurkan pada tahun 2011, laboratorium dengan panjang 12 meter dan berat 8,5 ton tersebut telah menjalankan beberapa misi, termasuk yang melibatkan astronot.
Namun pada September 2016, para peneliti dari badan luar angkasa CNSA milik China melaporkan bahwa mereka kehilangan kendali dari Tiangong 1 yang telah menunjukkan gelagat aneh selama beberapa bulan terakhir.
China pun berjanji kepada Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) pada bulan Mei lalu untuk selalu memonitor Tiangong dan menginformasikan kepada PBB ketika Tiangong 1 masuk ke atmosfer bumi.
Akan tetapi, mengetahui lokasi pasti dari jatuhnya Tiangong 1 sangat sulit. Kepada ABC, Senin (16/10/2017), Alice Gorman dari Flinders University, Autralia mengatakan, kontak dengan wahana antariksa tersebut telah hilang, jadi selain memonitor posisinya saat ini, masuknya (Tiangong-1) ke atmosfer bumi tidak bisa dikontrol.
Ketinggian dari Tiangong 1 dalam orbit terdekatnya (Guardian graphic, Space-Track.org, dan Jonathan McDowell)
Selain itu, McDowell berkata bahwa arah jatuhnya Tiangong 1 sangat dipengaruhi oleh angin. Sedikit dorongan dari cuaca yang kurang bersahabat bisa membawanya ke benua lain.
Walaupun sebagian besar dari puing-puing Tiangong 1 akan terbakar di atmosfer bumi, tetapi Mc Dowell berkata bahwa beberapa bagian yang mencapai 100 kilogram akan melewati atmosfer dan jatuh ke permukaan bumi.
Untungnya, kemungkinan Anda kejatuhan puing-puing Tiangong 1 sangatlah kecil.
Catatan menunjukkan bahwa kembalinya wahana antariksa yang lebih besar dari Tiangong 1 dan tidak terkontrol telah terjadi beberapa kali, termasuk jatuhnya Salyut 7 dan Cosmos 1686 milik Uni Soviet pada tahun 1991 di Argentina dan Skylab milik NASA pada tahun 1979 di Australia. Selama ini belum ada laporan bahwa seseorang telah terluka karena kejatuhan puing-puing antariksa.
Indonesia sendiri sudah sering kejatuhan puing-puing antariksa. Perhitungan hingga 27 Januari 2009 menunjukkan bahwa Indonesia telah kejatuhan serpihan yang berukuran di atas 10 sentimeter sebanyak 7.789, satelit sebanyak 3.338, dan badan roket sebanyak 1.820. (sumber: kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar